Aku kenal jalan-jalanmu, kota yang manis, Aku tahuu semua iblis dan malaikat yang berkerumun dan bertengger di dahan-dahanmu bagai burung. Aku kenal kau, sungai, seakan kau mengalir menembus hatiku. Aku putrimu yang pejuang. Huruf-huruf dibuat dari tubuhmu seperti mata air terbuat dari air. Bahasa-bahasa tercipta denganmu sebagai cetak biru dan saat kita lafalkan kota itu bangkit.
Sebelum
membaca resensi ini, saya menyarankan anda sudah membaca buku pertama
dari serial Mortal Instrumen ini, karena jika anda belum membaca, maka
beberapa hal dari resensi ini akan menjadi spoiler untuk buku pertama.
WARNING!!!! JANGAN LANJUT MEMBACA JIKA BELUM BACA BUKU #1!!!!
Kita
kembali lagi ke lika liku petualangan Clarrisa “Clary” Fray yang
memiliki nama asli Clarissa “Clary” Morgestern. Ya..nama belakang Clary
adalah Morgestern karena ternyata dia adalah putri Valentine (fakta dari buku pertama).
Kenyataan itu membuat hidup Clary menjadi berbeda. Dalam waktu singkat
ia harus menerima Valentine sebagai ayah kandungnya, seorang pembunuh
yang menculik ibunya, dan telah menyengsarakan banyak kaum pemburu
bayangan. Clary juga harus menerima kenyataan bahwa ia telah jatuh cinta
kepada Jace Wayland yang ternyata adalah kakak kandungnya sendiri.
Kisah cinta terlarang itu sungguh memilukan, membuat saya sendiri hampir
tidak bisa melanjutkan kisah yang diungkapkan Cassandra Clare ini.
Clary akhirnya tahu bahwa Luke tidak pernah mengkhianati dia dan ibunya.
Luke adalah manusia serigala yang selama ini menemani Clary dan
Jocelyn, dan membantu Jocelyn melindungi Clary dari dunia bayangan.
Singkat cerita, di akhir petualangan buku pertama, Valentine berhasil
membawa Jace dan piala mortal bersama. Namun, Clary dan Luke serta
sekawanan serigala, berhasil melacak keberadaan Valentine. Dengan penuh
kasih sayang, Clary berhasil menyadarkan Jace, bahwa Valentine, ayah
mereka berdua, tidak lebih dari seorang pembunuh yang telah
menyengsarakan semua orang. Walaupun terjadi pertumpahan darah antara
prajurit Valentine dan kawanan serigala yang dipimpin oleh Luke, namun
Clary berhasil membawa Jace dan ibunya kembali. Sayangnya, Jocelyn tidak
pernah sadarkan diri, ia seperti tersihir masuk kedalam alam mimpi dan
Clary harus menepis keinginannya untuk bersama Jace karena mereka adalah
saudara kandung.
Kisah
buku kedua ini kembali disuguhkan dengan sudut pandang orang ketiga,
namun sebagai besar cerita dikisahkan dari sisi Clary sendiri. City of
Ashes berawal ketika Valentine menyewa seorang warlock untuk memanggil
iblis Agramon, iblis yang merepresentasikan ketakutan terdalam seseorang
yang seketika itu juga membunuh sang warlock. Valentine mempunyai piala
mortal yang membuatnya memegang kekuasaan terhadap setiap iblis yang
mampu dipanggilnya.
Clary
mulai menyesuaikan diri kembali dengan kehidupannya, ia berusaha untuk
kembali hidup normal. Ia pindah tinggal bersama Luke, sedangkan ibunya
masih terbaring koma di rumah sakit.
Jace
mendapat kecaman hebat dari orang tua Alec dan Isabella yang selama ini
membesarkannya. Mereka pun baru tahu bahwa Jace adalah putra Valentine.
Kenyataan itu membuat Maryse Lightwood, ibunda Alec dan Isabella,
mengusir Jace dari institut. Selama ini mereka berpikir telah
membesarkan putra Michael Wayland, teman lama mereka yang terbunuh
ketika melawan Valentine, namun mengetahui bahwa Jace adalah putra
Valentine, menjadi pukulan berat bagi Maryse yang selama ini mencintai
Jace seperti anaknya sendiri.
Inkuisitor
adalah orang kepercayaan kunci yang berasal dari Idris. Ia datang ke
Institut di New York untuk memeriksa orang-orang yang pernah terlibat
dengan Valentine, dan Jace bukanlah pengecualian. Sang Inkuisitor
menyerang Jace dengan tuduhan sebagai mata-mata Valentine dan
menjebloskannya kedalam penjara di kota hening. Ketika berada di penjara
bawah tanah kota hening, Jace mendengar teriakan-teriakan yang
memekikan dari para “Saudara Hening”, tidak berselang lama untuk
mengetahui Valentine-lah penyebab semua itu. Valentine datang ke kota
hening untuk mencuri pedang jiwa, instrumen kedua dari mortal instrumen.
Sementara Isabella yang cemas dengan keadaan Jace, meminta Clary dan
Alec untuk bekerja sama membebaskan Jace. Mereka datang tepat pada
waktunya saat Jace mulai sekarat di penjara itu. Sayangnya mereka tidak
sempat merebut kembali pedang jiwa yang telah dicuri oleh Valentine.
Dengan pedang jiwa, Valentine memiliki kekuasaan tak terbatas untuk
memanggil semua iblis neraka dan menjadikan mereka pasukannya.
Ditengah
semua kekesalan yang diciptakan oleh Valentine, suatu malam, Clary
mendapati dirinya mencium Simon sahabatnya sendiri. Hubungan mereka
perlahan-lahan meningkat dari sahabat menjadi teman kencan. Namun suatu
hari, Ratu istana Seelie (dewi peri) memanggil Jace ke istananya. Jace
pergi bersama Clary, Isabella, dan Simon. Di Istana itu, ratu menyihir
Clary, ia tidak bisa meninggalkan istana kecuali ia mendapat sebuah
ciuman yang sangat didambakannya. Kemarahan dan gelora membara di hati
Jace, bagaimana mungkin ia harus mencium adiknya sendiri walaupun ia
sangat ingin melakukannya. Namun tidak ada jalan keluar lain bagi Clary.
Jace mencium Clary dengan lembut, namun perlahan-lahan menjadi gelora
asrama yang membara diantara mereka sementara semua mata menatap mereka.
Simon terbakar api cembur, hingga membawanya tanpa sadar ke dalam
sarang vampir.
Peristiwa
demi peristiwa semakin membingungkan di dalam kisah buku kedua ini.
Apalagi ketika Clary mendapati Simon bersimbah darah oleh gigitan
vampir. Akankah Simon berubah menjadi Vampir? Apakah Jace dan Clary bisa
bersama? Bagaimana kekuataan yang dimunculkan oleh Valentine dengan
pedang jiwa? Apakah Clary dan Jace mampu menghentikan kekacauan yang
diciptakan oleh ayah mereka?
Awalnya
saya pikir buku kedua ini akan menjadi membosankan, namun Cassandra
Clare berhasil mengubah pendapat saya. Valentine berhasil bangkit dari
kekalahannya di buku pertama dan mendapatkan jalan baru menuju
kemenangannya. Namun, kejahatan Valentine justru membuka jalan bagi
Clary dan Jace untuk memahami kekuatan terpendam di dalam mereka
masing-masing. Saya tidak bisa berhenti membaca hingga halaman terakhir
buku ini, bahkan sampai di halaman terakhir pun, saya tidak bisa
berhenti untuk segera melanjutkan ke buku ketiga. Hey kamu Cassandra
Clare...kamu berhasil membuat saya terpesona dengan imajinasimu.
-------------------------------------------------------
Judul : City of Ashes (The Mortal Instrumen #2)
Penulis : Cassandra Clare
Penerbit : Ufuk
Terbit : Juli 2010
Tebal : 512
ISBN : 978-602-8801-30-0
--------------------------------------------------------
Judul : City of Ashes (The Mortal Instrumen #2)
Penulis : Cassandra Clare
Penerbit : Ufuk
Terbit : Juli 2010
Tebal : 512
ISBN : 978-602-8801-30-0
--------------------------------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar